Fakta di Balik Misteri Jalangkung
Fakta di Balik Misteri Jalangkung - Masyarakat Indonesia pasti sudah tahu dan akrab dengan cerita tentang JELANGKUNG. Boneka yang dibuat dari batok kelapa dan ranting atau kayu yang biasanya digunakan untuk memanggil arwah orang yang telah meninggal. Namun tahukah kamu sebenarnya apa dan bagaimana sejarah dari permainan yang berbahaya ini? Mengapa kini dia begitu populer hingga di filmkan? Oke, mari kita telusuri asal muasal Sejarah dan Misteri dibalik Boneka Jailangkung ini.
ASAL MULA permainan JELANGKUNG
Asal dari penggunaan istilah “Jailangkung” diduga erat hubungannya dengan sebuah Kepercayaan tradisional masyarakat Tionghoa yang dianggap telah punah. Ritual ini meyakini tentang adanya kekuatan dewa bernama “Poyang” dan “Moyang” (mirip dengan istilah “nenek moyang” yaitu Cay Lan Gong “Dewa Keranjang” dan Cay Lan Tse yang dipercaya sebagai dewa pelindung untuk anak-anak. Permainan Cay Lan Gong ini juga bersifat ritual dan dimainkan oleh banyak anak-anak remaja saat perayaan festival rembulan.
Dalam ritual Cay Lan Gong ini, dewa “Poyang” dan Dewa “Moyang” dipanggil agar bersedia masuk ke sebuah boneka keranjang yang tangannya bisa digerakkan. Pada ujung tangan dari boneka tersebut diikatkan sebuah alat tulis, biasanya kapur atau sejenisnya. Boneka tersebut lalu dihiasi dengan pakaian manusia, dikalungi dengan kunci dan dihadapkan ke sebuah papan tulis, sambil menyalakan dupa.
Saat boneka tersebut seakan terasa berat menurut mereka yang memainkan, menjadi pertanda bahwa boneka itu telah dirasuki oleh dewa, dan bergerak mengangguk sebagai isyarat setuju setelah ditanyakan siap tidaknya untuk ditanyai, dan jawaban-jawaban dari pertanyaan yang diajukan akan dituliskan oleh dewa yang merasuki boneka jalangkung tersebut pada papan tulis yang telah disediakan. Ritual “Cay Lan Gong” sendiri sebenarnya telah punah di Tiongkok, namun diduga ritual dan namanya ini kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia, dan menjadi istilah “Jailangkung” dan masih tetap hidup karena hubungan erat negeri Tiongkok dan Nusantara yang telah berlangsung ribuan tahun.
Berbeda dengan ritual keramat Cay Lan Gong, media atau alat paling sering yang digunakan untuk menampung dewa yang dipanggil dalam Jailangkung adalah gayung/timba penciduk air yang diikuti dengan nyala kemenyan dan perapian. Jaman dahulu gayung di buat dari tempurung kelapa yang diberi gagang kayu, sehingga dalam perkembangannya, permainan Jailangkung di Indonesia lebih dikenal dengan ritual pemanggilan dewa lewat boneka berkepala tempurung kelapa yang didandani pakaian. Tetap sebagai permainan anak, boneka ini akan dipegang oleh dua anak yang masih kecil dan dipandu oleh seorang pawang yang memanggil dewa dengan sebuah mantra. Jawaban dari semua pertanyaan akan dituliskan pada sehelai kertas, batu tulis atau kapur.
Ritual ini dalam perkembangannya di Indonesia mulai digunakan untuk hal-hal yang melenceng selain permainan belaka, seperti untuk mendapat informasi tentang diagnosis penyakit dan pengobatannya oleh praktisi kesehatan paranormal. Cara untuk memainkan jelangkung inipun sebenarnya tidak gampang dan pada umumnya dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yaitu dengan aturan dua orang yang memegang boneka jelangkung, dan pawang yang membaca mantranya. Permainan ini pada umumnya dilakukan di tempat yang diyakini angker atau keramat dan biasanya di waktu menjelang senja. Seperti permainan Cay Lan Gong yang merupakan pendahulunya, permainan ini kadang dimainkan secara beramai-ramai pada saat terang bulan atau bulan purnama, dan jika makhluk halus tersebut telah datang, dia akan memperkenalkan dirinya dan berkisah dengan menggunakan media alat tulis.
Pertanyaan-pertanyaan yang umumnya diajukan sangat beraneka ragam, contohnya nama makhluk tersebut, kapan meninggal dan penyebab meninggal, bahkan kadang juga tentang peruntungan atau rejeki di masa yang akan datang dan nomor keberuntungan dalam perjudian ilegal.Dalam perkembangannya, permainan ritual ini menjadi lebih sederhana, yaitu dapat dilakukan dengan hanya menggunakan jangka dengan gambar lingkaran yang lengkap dengan huruf abjad yang tergambar dalam kertas, dan dengan ikuti oleh ucapan atau bacaan suatu mantra sederhana..... "Jelangkung jelangsat, Di sini ada pesta, Pesta kecil-kecilan, Jelangkung jelangsat, Datang tidak diundang, Pergi tidak diantar."
Kata-kata tersebut diucapkan secara berulang dan berkali-kali, sampai makhluk halus diyakini sudah masuk ke dalam boneka, maka para pemain dapat melemparkan pertanyaan apapun yang mereka mau. Pertanyaan tersebut akan dijawab oleh boneka jalangkung yang telah diyakini kerasukan roh, dengan alat tulis yang diikatkan di bagian bawah boneka tersebut. Karena sifatnya yang berupa ritual atau upacara yang memanggil dan berinteraksi dengan makhluk halus, permainan jailangkung yang pada awalnya hanya sekedar permainan, kemudian berkembang pesat dan melahirkan mitos-mitos tentang hantu atau kesurupan sebagai efek untuk orang orang yang memainkan permainan ini. Cerita Mitos tersebut pada umumnya terjadi bila permainan ini diakhiri tanpa berpamitan dengan makhluk halus yang diundang ke dalam boneka, makhluk halus itu konon katanya dapat menjadi marah dan membuat masalah yang cukup besar untuk para pemanggilnya.
ASAL MULA permainan JELANGKUNG
Asal dari penggunaan istilah “Jailangkung” diduga erat hubungannya dengan sebuah Kepercayaan tradisional masyarakat Tionghoa yang dianggap telah punah. Ritual ini meyakini tentang adanya kekuatan dewa bernama “Poyang” dan “Moyang” (mirip dengan istilah “nenek moyang” yaitu Cay Lan Gong “Dewa Keranjang” dan Cay Lan Tse yang dipercaya sebagai dewa pelindung untuk anak-anak. Permainan Cay Lan Gong ini juga bersifat ritual dan dimainkan oleh banyak anak-anak remaja saat perayaan festival rembulan.
Dalam ritual Cay Lan Gong ini, dewa “Poyang” dan Dewa “Moyang” dipanggil agar bersedia masuk ke sebuah boneka keranjang yang tangannya bisa digerakkan. Pada ujung tangan dari boneka tersebut diikatkan sebuah alat tulis, biasanya kapur atau sejenisnya. Boneka tersebut lalu dihiasi dengan pakaian manusia, dikalungi dengan kunci dan dihadapkan ke sebuah papan tulis, sambil menyalakan dupa.
Saat boneka tersebut seakan terasa berat menurut mereka yang memainkan, menjadi pertanda bahwa boneka itu telah dirasuki oleh dewa, dan bergerak mengangguk sebagai isyarat setuju setelah ditanyakan siap tidaknya untuk ditanyai, dan jawaban-jawaban dari pertanyaan yang diajukan akan dituliskan oleh dewa yang merasuki boneka jalangkung tersebut pada papan tulis yang telah disediakan. Ritual “Cay Lan Gong” sendiri sebenarnya telah punah di Tiongkok, namun diduga ritual dan namanya ini kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia, dan menjadi istilah “Jailangkung” dan masih tetap hidup karena hubungan erat negeri Tiongkok dan Nusantara yang telah berlangsung ribuan tahun.
Berbeda dengan ritual keramat Cay Lan Gong, media atau alat paling sering yang digunakan untuk menampung dewa yang dipanggil dalam Jailangkung adalah gayung/timba penciduk air yang diikuti dengan nyala kemenyan dan perapian. Jaman dahulu gayung di buat dari tempurung kelapa yang diberi gagang kayu, sehingga dalam perkembangannya, permainan Jailangkung di Indonesia lebih dikenal dengan ritual pemanggilan dewa lewat boneka berkepala tempurung kelapa yang didandani pakaian. Tetap sebagai permainan anak, boneka ini akan dipegang oleh dua anak yang masih kecil dan dipandu oleh seorang pawang yang memanggil dewa dengan sebuah mantra. Jawaban dari semua pertanyaan akan dituliskan pada sehelai kertas, batu tulis atau kapur.
Ritual ini dalam perkembangannya di Indonesia mulai digunakan untuk hal-hal yang melenceng selain permainan belaka, seperti untuk mendapat informasi tentang diagnosis penyakit dan pengobatannya oleh praktisi kesehatan paranormal. Cara untuk memainkan jelangkung inipun sebenarnya tidak gampang dan pada umumnya dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yaitu dengan aturan dua orang yang memegang boneka jelangkung, dan pawang yang membaca mantranya. Permainan ini pada umumnya dilakukan di tempat yang diyakini angker atau keramat dan biasanya di waktu menjelang senja. Seperti permainan Cay Lan Gong yang merupakan pendahulunya, permainan ini kadang dimainkan secara beramai-ramai pada saat terang bulan atau bulan purnama, dan jika makhluk halus tersebut telah datang, dia akan memperkenalkan dirinya dan berkisah dengan menggunakan media alat tulis.
Pertanyaan-pertanyaan yang umumnya diajukan sangat beraneka ragam, contohnya nama makhluk tersebut, kapan meninggal dan penyebab meninggal, bahkan kadang juga tentang peruntungan atau rejeki di masa yang akan datang dan nomor keberuntungan dalam perjudian ilegal.Dalam perkembangannya, permainan ritual ini menjadi lebih sederhana, yaitu dapat dilakukan dengan hanya menggunakan jangka dengan gambar lingkaran yang lengkap dengan huruf abjad yang tergambar dalam kertas, dan dengan ikuti oleh ucapan atau bacaan suatu mantra sederhana..... "Jelangkung jelangsat, Di sini ada pesta, Pesta kecil-kecilan, Jelangkung jelangsat, Datang tidak diundang, Pergi tidak diantar."
Kata-kata tersebut diucapkan secara berulang dan berkali-kali, sampai makhluk halus diyakini sudah masuk ke dalam boneka, maka para pemain dapat melemparkan pertanyaan apapun yang mereka mau. Pertanyaan tersebut akan dijawab oleh boneka jalangkung yang telah diyakini kerasukan roh, dengan alat tulis yang diikatkan di bagian bawah boneka tersebut. Karena sifatnya yang berupa ritual atau upacara yang memanggil dan berinteraksi dengan makhluk halus, permainan jailangkung yang pada awalnya hanya sekedar permainan, kemudian berkembang pesat dan melahirkan mitos-mitos tentang hantu atau kesurupan sebagai efek untuk orang orang yang memainkan permainan ini. Cerita Mitos tersebut pada umumnya terjadi bila permainan ini diakhiri tanpa berpamitan dengan makhluk halus yang diundang ke dalam boneka, makhluk halus itu konon katanya dapat menjadi marah dan membuat masalah yang cukup besar untuk para pemanggilnya.
0 comments:
Post a Comment